Adapunmengenai arti takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya. Kata sebahagian ulama ا صا ashnâm, adalah bentuk jamak dari kata ّ ص şanam, yaitu sesuatu yang dipahat dari kayu, dan dibentuk dari emas atau logam. Disebutkan dalam hadits bahwasannya aşnâm dan şanam yaitu sesuatu yang dijadikan sembahan selain Allah. Begitu pula diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Ibn Arabi bahwasannya ّ ص şanam yaitu gambar yang Dalam bahasa arab, terdapat sinonim kata ّ ص şanam yaitu ث waśan . Kata ّ ص şanam diartikan sesuatu yang berwujud atau berbentuk, sedangkan ث waśan diartikan sebagai sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak berwujud. Sama halnya dengan pendapat Ibnu Arafah mengartikan ث waśan sesuatu yang dijadikan sesembahan yang tidak berbentuk sedangkan ّ ص şanam itu yang berbentuk. Ada juga yang berbeda dalam mengartikan kata ّ ص şanam dan ث waśan. Kata ث waśan diartikan sebagai sesuatu yang berwujud dari kayu, atau batu, atau emas yang dipahat dan disembah, sedangkan ّ ص şanam tidak berbentuk. Terlepas dari perbedaan itu semua, kata yang sering digunakan yaitu kata ّ صşanam. لاء Âlihah yaitu segala sesuatu yang Bahkan ada yang berpendapat Matahari kadang disebut ilâh, karena ia disembah oleh orang-orang musyrik. Demikian pula dengan benda-benda lain yang menjadi ilâh apabila disembah oleh manusia. Âlihah merupakan bentuk jamak dari kata ilâh, menurut Ibnu Atsîr, lafadz ilâh berasal dari kata aliha-ya` Kata ilâh sendiri merupakan bentuk maşdar dari kata kerja alaha yang berarti menyembah atau heran. Walaupun ilah berbentuk maşdar, namun ia mengandung arti ism maf’ûl, 1Ibnu Manťûr, Lisânul Arabi, Beirut Dar Sader, 1997, Cet. I, h. 79 2Ibrâhîm Muşţafa, Mu’jam Al-Wasîţ, Kairo Dar Ad-Da’wa, , h. 25 sehingga ilâh diartikan sebagai yang disembah atau yang diherankan. Disebut ilâh karena ia disembah, atau karena ia menimbulkan keheranan pada akal Demikian pula para ulama mengartikan Ilâh dengan yang disembah dengan menegaskan bahwa Ilâh adalah segala sesuatu yang disembah, baik penyembahan itu tidak dibenarkan oleh agama Islam; seperti terhadap matahari, bintang, bulan, manusia, atau berhala; maupun yang dibenarkan dan diperintahkan oleh Islam, yakni Dzat yang wajib wujud-Nya, Allah swt. Karena itu, jika seorang Muslim mengucapka Lâ Ilâha Illâ Allâh maka dia telah menafikan segala tuhan, kecuali Tuhan yang nama-Nya “Allah”.5 Selain diartikan sebagai sembahan, ada juga yang mengartikan bahwa ilâh itu mengherankan atau menakjubkan, karena segala perbuatan ciptaan-Nya menakjubkan atau apabila dibahas hakikat-Nya, akan mengherankan akibat ketidak tahuan makhluk tentang hakikat Dzat Yang Maha Agung itu. Apapun yang terlintas di dalam benak menyangkut Dzat Allah, maka Allah tidak demikian. Itu sebabnya ditemukan riwayat yang menyatakan, “Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah, dan jangan berpikir tentang Dzat-Nya.”6 ي م لاض đalâlim mubîn kata đalâl berasal dari kata đalla - yađillu - đalâl wa đalâlatan لاض لاض ط لضي ط لض. Kata ini terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf đâ’ ءاض, lâm ا, dan lâm ا – tasydid huruf lâm – yang menurut bahasa bermakna kehilangan jalan’, bingung’, atau tidak mengetahui arah’. Di dalam konteks immaterial, kata đalla لض diartikan sebagai sesat dari jalan kebajikan’, meninggalkan jalan kebenara’, atau menyimpang dari tuntunan agama’, atau lawan kata dari kata petunjuk’. Mufasir wanita. Aisyah bintu Asy-Syati’ merumuskan makna kata đalla لض sebagai setiap tindakan atau ucapan yang tidak menyentuh kepada kebenaran’.7 Kata đalâl dalam ayat ini disifati dengan kata mubîn, kata mubîn ini merupakan bentuk ism fâ’il dari abâna – yubînu – Ibânatan ابإ - ي ي ط ابأ, 4Ahsin W. al-Hafiż, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta Amzah, 2006, Cet. II, h. 20 5M. Quraish Shihab, dkk, Ensiklopedia Al-Qur’an; Kajian Kosakata, Jakarta Lentera Hati, 2007, h. 77 6Ibid., h. 76 turunan huruf ba’, ya’ dan nûn, memiliki dua makna denotasi, yaitu jarak’ dan tersingkap’. Dari makna yang pertama, jarak’, lahir bentuk lain, seperti bain يب – pemisah, antara karena merupakan batas yang jelas antara dua hal atau tempat. Dari makna yang kedua, tersingkap’, berkembang menjadi, antara lain menjelaskan’ karena menyingkap hal sesuatu; fasih’ ucapannya karena lebih jelas pengungkapannya, sehingga maksud tersingkap dengan jelas pula; bayân ايب - penjelasan karena hal menyingkapkan makna yang masih Secara umum, kata mubîn di dalam al-Qur’an digunakan sebagai sifat keadaan, baik yang menunjukkan sesuatu yang baik maupun sesuatu yang jelek. Dalam ayat ini, kalimat ي م لاض menunjukkan kepada keadaan yang tidak baik, yaitu menjelaskan tentang kesesatan bapak dan kaum Nabi Ibrâhim as. yang menjadikan berhala sebagai tuhan mereka. ي ق لا al-mûqinîn adalah bentuk jamak dari mûqin, dan kata mûqin itu sendiri merupakan bentuk ism al-fâ’il لعافلا ّ ا = kata benda yang menunjukkan pelaku dari kata ayqana – yûqinu – îqânan – mûqin ق م- ا اقياط ق يط قيا, dan kata mûqin terambil dari kata yaqîn. Kata yaqîn ini mengandung makna pengetahuan yang tidak disentuh dengan keraguan sedikit pun. Selain itu, yakin itu sendiri memiliki arti sebagai pengetahuan yang mantap tentang suatu dibarengi dengan tersingkirnya apa yang mengeruhkan pengetahuan itu, baik berupa keraguan maupun dalih-dalih yang dikemukakan lawan. Sebelum tiba keyakinannya, seseorang terlebih dahulu disentuh oleh keraguan, namun ketika seseorang itu sampai pada tahap yakin maka keraguan yang tadinya ada akan menjadi sirna. Karena itu, kaum mûqinîn disifati sebagai “orang-orang yang menemukan keyakinannya dalam dirinya, atau menemukan keimanannya dengan segenap indranya”.9 Yaqîn merupakan tingkatan ilmu yang lebih tinggi dari ma’rifah pengetahuan dan dirâyah pengetahuan. Oleh karena itu dikatakan - bukan ma’rifatul-yaqîn. Yaqîn ada tiga tingkat ilmul-yaqîn, ainul-yaqîn, dan 8Ibid., h. 1 yaqîn. Menurut orang-orang sufi, yaqîn ialah penglihatan mata kepala dengan kekuatan iman, tanpa dalil dan ىبر Rabbî, kata ىبر terbentuk dari dua kata yaitu rabb dan ya’ mutakallim wahdah sehingga kedudukannya menjadi iḍâfat yaitu terdiri dari muḍaf dan muḍaf ilaih. Kata rabb ر yang secara etimologis berati pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur yang menumbuhkan. Kata rabb biasa dipakai sebagai salah satu nama Tuhan karena Tuhanlah yang secara hakiki menjadi pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur dan yang menumbuhkan makhluk-Nya. Oleh sebab itu, kata tersebut biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata Al-Maragi mengartikan lafadz Rabbi yaitu Pemilikku dan pengatur في ح hanîf biasa diartikan lurus atau cenderung kepada sesuatu. Kebalikan dari hânif adalah az-Zaig, artinya miring dari hak ke arah kebatilan, dari hidâyah kepada Dalam kitab tafsir jalalain, kata hanîf diartikan condong kepada agama yang ini pada mulanya digunakan untuk menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya kepada telapak pasangannya. Yang kanan condong ke arah kiri, dan kiri condong ke arah kanan. Ini menjadikan manusia dapat berjalan lurus. Kelurusan itu, menjadikan si pejalan tidak mencong ke kiri, tidak pula ke kanan. Ajaran Nabi Ibrâhim as. adalah hanîf, tidak bengkok, tidak memihak kepada pandangan hidup yang hanya memenuhi kebutuhan jasmani, tidak juga semata-mata mengarah kepada kebutuhan Kata hanîf itu sendiri berasal dari akar kata hanafa. Kata tersebut apabila didefiasikan dari kata kerjanya yaitu hanafa – yahnifu – hanîfan, artinya condong atau cenderung dan kata bendanya kecenderungan. Maksud kecenderungan disini yaitu kecenderungan kepada yang benar. 10M. Quraiş Şihab, dkk, Op. Cit., h. 1102 11Ibid., h. 801 12Ahmad Mustafa al-Maragi, TerjemahTafsir al-Maragi Terj. dari Tafsir al-Maragi oleh K. Anshori Umar Sitanggal, dkk, Semarang PT. Karya Toha Putra, 1992, cet. II, h. 288 13Ahsin W. al-Hafiż, Op. Cit., h. 95 14Syaikh Jalâluddin bin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Syaikh Abdul ar-Rahman bin Abi Bakr as-Suyuţi, Tafsir Jalâlain, Haramain 2007, Cet. VI, h. 120 15Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta Lentera Hati, 2009, Cet. I, h. 517 M. Dawam Rahardjo mengutip pendapat Hadrat Mirza Nâshir Ahmad yang merujuk kepada beberapa sumber bahwa kata hanîf memiliki beberapa makna a. Orang yang meninggalkan atau menjauhi kesalahan dan mengarahkan dirinya kepada petunjuk; b. Orang yang secara terus menerus mengikuti kepercayaan yang benar tanpa keinginan untuk berpaling dari padanya; c. Seseorang yang cenderung menata perilakunya secara sempurna menurut Islam dan terus menerus mempertahankannya secara teguh; d. Seseorang yang mengikuti agama Ibrâhim as. ; dan e. Orang yang percaya kepada seluruh يكرشم Musyrikîn, kata musyrikîn merupakan bentuk jamak dari kata musyrik. Dan kata musyrik itu sendiri merupakan bentuk ism al-fâ’il لعافلا ّ ا = kata benda yang menunjukkan pelaku dari kata asyraka – yusyriku – isyrâk – musyrik رشم ط ارشإ ط رشي ط رشأ, dan perbuatannya disebut syirk رش. Secara bahasa, Ibnu Manťûr mengartikan kata syirk sebagai persekutuan dan bagian. Sementara al-Aşfahani mengartikan dengan percampuran dua hal atau lebih, baik secara substansi atau secara makna. Karena musyrik merupakan pelaku syirk maka secara bahasa kata itu berarti orang yang melakukan persekutuan/perserikatan atau membagi bagian tertentu. Adapun secara istilah, syirk berarti menjadikan sesuatu bersama Allah sebagai tuhan untuk bisa disembah. Sesuatu yang dimaksud bisa berbentuk benda hidup seperti binatang, pohon, atau benda mati seperti patung. Dengan kata lain, di dalam bentuk materi seperti matahari, bangunan, maupun immateri, yaitu ruh, jin, dan sebagainya. Dengan demikian, orang musyrik pada hakikatnya adalah orang yang mengingkari ke-Esaan Tuhan, apakah dari segala zat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Pengingkaran terhadap tiga segi tersebut konsekuensinya membawa kepada pengingkaran terhadap kemahakuasaan Tuhan sebagai pencipta 16M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta Paramadina, 2002, Cet. II, h. 62 dan pengendali alam semesta; namun, orang musyrik itu tidak mengingkari Allah sebagai

Secarasubstantif dalam surat al-A’raf ayat 199 ini mengandung tiga ajaran penting, dan apabila dihubungkan dengan nilai-nilai pendidikan, ajaran tersebut memuat makna tentang sikap pemaaf, mengerjakan dan mengajarkan yang ma’ruf, dan menjauhi yang jahil (dimaksudkan dalam menyebarkan agama tidak melayani orang-orang yang tidak mau mengerti

A. Pengertian Kosakata Mufradāt Mufradāt مُفْرَدَات yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti kosakata. Menurut Susanti 200289 kosakata adalah seluruh kata yang terdapat dalam suatu bahasa. Sedangkan menurut Horn dalam Saiful, 2010 kosakata adalah sekumpulan kata yang membentuk sebuah bahasa. Adapun kosakata menurut Dwijo 2011 adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang atau etnis lain dan merupakan bagian dari suatu bahasa. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian mufradāt مُفْرَدَاتatau kosakata secara umum adalah kumpulan kata yang memiliki makna atau arti dalam suatu bahasa. B. Pembagian Kata dalam Bahasa Arab Kata dalam bahasa Arab disebut al-kalimah الكَلِمَةُ, yang dapat didefinisikan sebagai kumpulan huruf hijāiyyah هِجَائِيَّة yang memiliki arti atau makna. Huruf hijāiyyah sendiri adalah kumpulan huruf dalam bahasa Arab yang berjumlah dua puluh sembilan huruf yang dimulai dari huruf alif ا dan diakhiri huruf ya ي. al-kalimah الكَلِمَةُ dalam bahasa Arab dibagi menjadi tiga, yaitu al-ism الاِسْمُ, al-fil الفِعْلُ, dan al-ḥarf الحَرْفُ. Rhofiq dan Abdurahman dalam bukunya “Mukhtarāt Qawāid al-Lughah al-Arabiyyah” al-Ism الاِسْمُ adalah kata yang tidak terikat pada waktu. Adapun yang termaksut Ism yaitu semua nama manusia, hewan, tumbuhan, warna, pekerjaan, tempat, benda, sifat, keterangan waktu atau tempat, dan lain-lain. Contoh مُحَمَّدٌ nama orang, غَنَمٌ kambing, زَهْرَةٌ bunga, أَسْوَدٌ hitam, مُدَرِّسٌ guru, بَيْتٌ rumah, كِتَابٌ buku, كَبِيْرٌ besar, dan lain-lain. al-Fil الفِعْلُ adalah kata yang dalam penggunaannya terikat pada waktu, adapun yang termasuk al-fi’l adalah semua jenis kata kerja. Dalam hal ini waktu dibedakan menjadi tiga yaitu waktu yang menunjukkan telah زَمَانُ الْمَاضِى, waktu yang menunjukkan sedang زَمَانُ الحَالِى, dan waktu yang menunjukkan akan memulai زَمَانُ الْمُسْتَقْبَلِ. Berdasarkan pembagian waktu tersebut maka fil pun terbagi menjadi tiga pula, yaitu fil al-mādy فِعِلُ الْمَاضِى, fil al-muḍāri فِعْلُ الْمُضَارِع, fil al-amr فِعْلُ الأَمْرِ. Zakaria, 200817-22 a Fil al-Māḍy فِعْلُ الْمَاضِى adalah kata kerja yang menunjukkan waktu lampau. Contoh كَتَبَ telah menulis, قَرَأَ telah membaca, غَسَلَ telah mencuci, dan lain-lain. b Fil al-Muḍāri فِعْلُ الْمَضَارِع adalah kata kerja yang menunjukkan waktu berlangsungnya pekerjaan tersebut. Contoh يَكْتُبُ menulis, يَقْرَأُ membaca, يَغْسِلُ mencuci, dan lain-lain. c Fil al-Amr فِعْلُ الأَمْرِ adalah kata kerja yang menunjukkan perintah. Contoh اُكْتُبْ tulislah, اِقْرَأْ bacalah, اِغْسِلْ cucilah, dan lain-lain. al-Harf’ الحَرْفُ adalah kata yang tidak memiliki arti atau makna kecuali bersambung dengan al-ism maupun al-fil. Contoh هَلْ apakah, مَا apa, مَتَى kapan, اِلَى ke, مِنْ dari, فِى di/dalam, dan lain-lain. -> Sumber Pustaka o Rhofiq, Ainu dan Abdurahman. Tanpa Tahun. Mukhtarāt Qawāid al-Lughah al-Arabiyyah. Gresik Ma’had Al-Furqon Al-Islamiyyah. o Diakases 11 April 2012 o Susanti, Ratna. 2002. Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Membaca Bahasa Inggris. Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur. o Zakaria, Aceng. 2008. al-Muyassar Fī Ilm al-Nahw. Garut Ibn Azka Press
Tahliliadalah akar kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha dan lam, yang berarti membuka sesuatu,[14] sedangkan kata tahlily sendiri masuk dalam bentuk infinitf (mashdar) dari kata hallala, yang secara semantik berarti mengurai, menganalisis, menjelaskan bagian-bagiannya serta memiliki fungsi masing-masing.[15]
Makadisebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka

AlAhzab 59 yang disebutkan dalam ayat dengan kata al-jalabib yang merupakan bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju kurung yang meliputi seluruh tubuh wanita, lebih dari baju biasa dan kerudung. Kitab Al-Munjid mengartikan jilbab sebagai baju atau pakaian yang lebar. Dalam kitab Al-Mufradat, karya Raghib Al-Isfahani, disebutkan

2 Penjelasan kosa kata (syarh al-mufradat). Setelah menyebutkan satu, dua, atau sekelompok ayat, al-Maraghi melanjutkannya dengan menjelaskan beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya. Dengan demikian, tidak semua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan melainkan dipilih beberapa kata yang bersifat konotatif atau sulit bagi pembaca. 3. TAFSIRAL-QURAN KARYA A. HASAN. AL-FURQAAN. ألفرقان)) TAFSIR AL-QURAN KARYA A. HASAN. (Telaah Umum Terhadap Karya Keseluruhan dan Metodologi penafsirannya) Oleh : Aep Jamaluddin. MUQADDIMAH. Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar dalam sejarah ke-Rasulan telah terbukti mampu menampakkan sisi kemukjizatannya yang Dalammejelaskan tentang munasabah ini, al-Biqa’i banyak merujuk pada Miftah al-Bab al-Muqaffal, karya al-Harrali. Asalan mengapa ia melakukan atau menerapkan model penafsiran ala-munasabah seperti ini adalah karena, menurutnya, tidak ada kata selesai dalam mempelajari al-Qur’an. Ia memberikan contoh, bahwa surat al-Nas itu saja, meski berada di qilepTM.
  • tjdv6mtq28.pages.dev/97
  • tjdv6mtq28.pages.dev/266
  • tjdv6mtq28.pages.dev/123
  • tjdv6mtq28.pages.dev/8
  • tjdv6mtq28.pages.dev/446
  • tjdv6mtq28.pages.dev/176
  • tjdv6mtq28.pages.dev/99
  • tjdv6mtq28.pages.dev/348
  • arti kata secara mufradat berarti mengartikan suatu ayat menurut