Kami Mengajak seluruh lapisan masyarakat agar bersama kita mendukung Pemerintah dalam pemanfaatan minyak Jelantah menjadi bahan Energi Terbarukan Untuk Kepentingan Nasional dapat disumbang oleh Jelantah demi Indonesia yang Sehat dan Bebas Polusi. Kontak Kami Jl. Raya Pondok Kelapa, Blok G1, Lantai 2, No. 2H, Kel Pondok Kelapa. Duren Sawit, Kota Jakarta Timur 021 8690-9040 0858-942 773-98 sekretariat info My Menu Home Hubungi Kami Program Partner Info Terkini Gallery Daftar Nama Anggota Apjeti Copyright 2021 ©
TROPISCO, JAKARTA - Pemerintah diminta mengatur tata niaga minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai melalui peraturan khusus untuk melindungi kesehatan masyarakat, memperoleh nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan. Di tahun 2019, ekspor minyak jelantah Indonesia mencapai 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu kiloliter (KL) dengan nilai sebesar US$ 90,23 juta. Sebagian besar penggunaanPemakaianminyak goreng bekas yang berulang-ulang berakibat tidak sehat bagi tubuh, sedangkan sisa minyak goreng tersebut sangat baik untuk dijadikan bahan baku energi jenis APJETI adalah singkatan dari Asosiasi Pengumpul Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia.
› Ekonomi›Jelantah yang Melimpah, tapi... Meski melimpah di Indonesia, belum ada aturan spesifik menyebutkan jelantah sebagai limbah maupun larangan penggunaannya untuk bahan baku konsumsi. Sementara jelantah marak digunakan sebagai bahan baku industri makanan. OlehIRENE SARWINDANINGRUM/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/KURNIA YUNITA RAHAYU 5 menit baca KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM Suasana salah satu gudang jelantah yang dipasarkan untuk ekspor di Kabupaten Tangerang, Rabu 26/2/2020. Indonesia menghasilkan jelantah dalam jumlah besar, namun masih minim dalam KOMPAS — Penggunaan jelantah yang sebagian masih untuk sektor konsumsi menunjukkan lemahnya pengawasan soal tata kelola minyak goreng bekas pakai tersebut. Produksi minyak jelantah Indonesia diperkirakan melimpah, antara 2-3 juta ton setahun. Namun aturan, baik dari tata niaga, lingkungan, maupun kesehatan warga terkait penggunaan jelantah masih sangat tingkat nasional, belum ada aturan yang secara spesifik menyebutkan jelantah sebagai limbah maupun larangan penggunaannya untuk bahan baku konsumsi. Satu-satunya aturan yang sudah berlaku dan secara spesifik mengatur baru Peraturan Gubernur Pergub DKI Jakarta Nomor 167/2016 tentang Pengelolaan Limbah Minyak Goreng. Pergub mendorong agar limbah minyak goreng dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif berupa biodiesel atau sektor nonkonsumsi. Padahal, penggunaan jelantah untuk sektor konsumsi telah banyak diteliti berbahaya untuk kesehatan dalam jangka Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, dalam setahun rata-rata konsumsi minyak goreng 5,2 juta ton. Dengan perkiraan susut 40-60 persen, jelantah yang dihasilkan diperkirakan 2-3 juta ton per tahun.”Jumlahnya tidak sedikit. Secara nasional diperkirakan jelantah untuk konsumsi sekitar 20 persen dari minyak goreng yang beredar karena masih minimnya aturan,” katanya di Jakarta, Selasa 18/2/2020.Dari tata niaga, kata Sahat, pengaturan perdagangannya belum ada sehingga siapa saja dapat membelinya dari penghasil jelantah tanpa pengawasan ke mana jelantah akan SARWINDANINGRUM Suasana pengumpulan jelantah oleh para kader juru pemantau jentik RW 002, Pela Mampang, Jakarta Selatan, Jumat 26/2/2020. Kegiatan pengumpulan jelantah untuk ditampung sejumlah organisasi dan lembaga ini menumbuhkan kesadaran warga bahwa jelantah adalah limbah yang perlu dikelola. Indonesia menghasilkan jelantah dalam jumlah besar, tetapi masih minim dalam sisi lingkungan, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, minyak goreng bekas atau biasa disebut jelantah tidak termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun B3 yang tercantum dalam lampiran PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Jelantah tidak pula termasuk dalam kategori sampah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan belum ada penyebutan spesifik, Rosa mengatakan, jelantah dapat dikategorikan limbah non-B3. Oleh karena itu, jelantah sebagai limbah harus dikelola dan tidak boleh dibuang karena akan mencemari juga Jelantah Dipakai di Industri MakananHal ini sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 Ayat 1 a, yaitu setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan sisi kesehatan, Direktur Kesehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali mengatakan, sejumlah peraturan untuk melindungi keamanan produksi makanan sudah SARWINDANINGRUM Jelantah masih disalahgunakan untuk sektor konsumsi seperti dalam produksi tahu pong di Kabupaten Bogor, Senin 2/3/2020. Indonesia menghasilkan jelantah dalam jumlah besar, tetapi masih minim dalam pengaturan dan di antaranya adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan tidak sedikit. Secara nasional diperkirakan jelantah untuk konsumsi sekitar 20 persen dari minyak goreng yang beredar karena masih minimnya regulasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Baik yang diproduksi pada skala rumahan, jasa boga, maupun rumah makan dan ketiga aturan itu pun tak secara spesifik melarang penggunaan jelantah untuk konsumsi. ”Dalam peraturan tersebut memang tidak ada secara spesifik tertulis tentang jelantah, tetapi pemilihan bahan makanan harus aman,” kata juga Tergoda Keuntungan, Abaikan KesehatanContohnya, untuk bahan baku yang dikemas harus memiliki label atau merek, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, dan kemasan tidak rusak, pecah atau kembung. Selain itu, bahan makanan juga belum kedaluwarsa serta hanya satu kali Center for South East Asia Food Agricultural Science and Technology Seafast Institut Pertanian Bogor IPB Nuri Andarwulan mengatakan, belum ada acuan teknis untuk menggunakan minyak goreng yang aman di Indonesia selain standar SNI minyak goreng yang ditujukan untuk standar negara-negara lain sudah memiliki regulasi terkait ambang batas maksimal penggunaan, yaitu dengan mengukur total polar material TPM atau nilai total material larut air dalam minyak goreng. Semakin sering digunakan, nilai TPM semakin tinggi, dan semakin meningkatkan risiko kanker. KOMPAS Penggunaan minyak bekas alias jelantah di sejumlah industri pangan rumahan mengancam kesehatan. Minyak goreng bekas bersifat karsinogenik atau dapat memicu munculnya penyakit kanker. Dorong pengaturanKetua Umum Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia Apjeti Matias Tumanggor meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur tata kelola perdagangan jelantah agar pemanfaatannya bisa tepat guna. Dampaknya, publik tidak tahu yang disebut jelantah adalah minyak goreng yang berapa kali itu, publik juga belum tahu bagaimana mengurus jelantah setelah pemakaian. Jelantah dalam jumlah besar masih dibuang ke selokan sehingga membuat aliran air dia, ada lima kementerian yang perlu duduk bersama membahas soal regulasi jelantah. Lima kementerian itu adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian jumlah penduduk yang besar disertai konsumsi yang besar, kita punya potensi menjadi penghasil jelantah terbesar. Ini potensi yang besar sebagai bahan baku biodiesel. Sebagian malah dieskpor ke Minyak Sawit Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Maxensius Tri Sambodo, menegaskan, penggunaan jelantah yang tepat seharusnya untuk bahan baku biodiesel dan bukan untuk digunakan kembali sebagai bahan baku untuk menggoreng yang akan dikonsumsi. ”Jelantah itu untuk ’dimakan’ mesin bukan ’dimakan’ manusia,” ujar mencegah jelantah bocor untuk dikonsumsi, menurut Max, langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah mewajibkan minyak goreng menggunakan kemasan dan melarang curah. Sebab, tampilan visual jelantah dengan minyak curah yang serupa dan tak bisa teridentifikasi asalnya, bisa mengelabui warga sehingga jelantah mudah masuk ke pasaran SARWINDANINGRUM Kepala Laboratorium Biodiesel dan Proses Katalitik Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM Ali Rimbasa Siregar di Jakarta, Jumat 6/3/2020, menunjukkan biodiesel dari jelantah yang dihasilkan dari uji coba yang dilakukan lembaga penelitian pemberlakuan minyak goreng kemasan, minyak goreng yang ada memiliki identitas, kode produksi, sehingga memudahkan penelusuran pihak produsennya. Hal ini lebih menjamin warga agar memperoleh minyak goreng yang jelas produksi dan minyak goreng kemasan wajib diberlakukan, lanjut Max, pengaturan tahap berikutnya adalah mengatur tata kelola alur pembuangan limbah. Pengaturan itu harus memastikan bahwa jelantah tidak untuk kembali dikonsumsi dan harus dipasok untuk menjadi bahan baku biodiesel.”Dengan jumlah penduduk yang besar disertai konsumsi yang besar, kita punya potensi menjadi penghasil jelantah terbesar. Ini potensi yang besar sebagai bahan baku biodiesel. Sebagian malah dieskpor ke Eropa. Mereka bisa melihat peluang ini, tapi kita malah belum,” ujar juga Jelantah Indonesia Mengalir hingga ke EropaInisiatif minyak goreng wajib kemasan itu sebetulnya sudah digulirkan sejak 2014 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Minyak Goreng Wajib Kemasan. Namun pelaksanaannya selalu tertunda. Paling anyar, pelaksanaan minyak goreng wajib kemasan sedianya diberlakukan 1 Januari 2020, tetapi kembali Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto menjelaskan, mundurnya pelaksanaan peraturan itu karena belum siapnya industri minyak goreng untuk membuat itu, juga ada kekhawatiran dari pelaku usaha akan terjadi kenaikan harga karena harus menggunakan minyak goreng wajib kemasan yang tentu lebih mahal daripada minyak goreng curah. Setelah melakukan diskusi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pengusaha minyak goreng dan pelaku usaha, disepakati pemberlakuan peraturan minyak goreng wajib kemasan mundur pada awal Januari juga Lika-liku Jelantah, Si Limbah Minyak GorengSementaraitu, Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, menambahkan, minyak jelantah biasanya diperoleh dari pengumpul lalu masuk ke dalam proses pembersihan dengan cara filtrasi. Proses itu untuk kebutuhan pembersihan dari partikel solid, air, dan pengeruhan. Umumnya, minyak jelantah digunakan untuk kebutuhan nonmakanan. HOME PROGRAM PARTNER HUBUNGI GALLERY INFO FORMULIR DAFTAR ANGGOTA JANJI TEMU Menu BUAT JANJI PERTEMUAN Kami akan respon segera mungkin AsosIasi Pengumpul Minyak JelaNtah Info Apjeti Ketua umum APJETI dan Ketua Pimpinan Cabang Sumatra Utara Menerima Surat dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara Pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo dalam rangka sosialisasi APJETI di wilayah Jawa Tengah… Ketua Umum Bapak Matias Tumanggor menerima potongan nasi tumpeng dalam acara peresmian “SUMUT GO GREEN” … Dalam rangka menindak-lanjuti hasil Sosialisasi atas pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo